Wednesday, January 3, 2018

In Memoriam buat Jus Saja Nakmofa



In Memoriam  Yulius Nakmofa – Aktivis PRBBK Indonesia

Bersama Yulius Nakmofa dan Alex Ofong, kami berangkat ke Palu suatu waktu di pertengahan tahun 2003. Perjalanan ini bagian pertama dari serial training community-based disaster management [ #CBDRR #PRBBK ] yang disponsori Yayasan Pikul dan PMPB Kupang di Indonesia Timur termasuk Kalimantan dan Sulawesi. Di Palu, kami di fasilitasi rekan-rekan LPS-HAM Palu.
Tapi ada yang mengganjal di hati Yus Nakmofa. Katanya: “mati katong, Palu ini sarang aktivis LSM yang kemampuan fasilitasinya di atas rata-rata. Karmana katong (bagaimana kita) bisa tunjukan kalau katong (kita) bisa fasilitasi secara partisipatif?” Salah satu pentolan aktivis Palu yang dikenal Yus dan kaliber dalam proses-proses fasilitasi komunitas dan LSM adalah Chalid Muhamad (mantan direktur eksekutif JATAMNAS dan WALHI), yang juga pendiri Yayasan Pikul dan mengambil peran ketua Board Yayasan Pikul era paska reformasi. Yus dan Alex sering melihat kualitas fasilitasi Chalid dari jarak dekat. Kualitas Chalid menjadi semacam terror bagi aktivis-aktivis yunior.
Sebenarnya ada hal tak terlihat yang lebih menghantui Yus. Bagi Yus, aktivis-aktivis Palu lebih kritis secara ideologis. Sedangkan di NTT, saat itu, mungkin lebih pragmatis. Tentu kita ingat bagaimana para aktivis dari suatu kota mencoba mengirimkan celana dalam sebagai simbol kritik pada aktivis kampus NTT yang tak mampu berdemo secara memadai di tahun 1998. Reputasi aktivis mahasiswa Kota Kupang tentu lebih tercoreng lagi dengan demo sektarian yang berujung pada konflik sektarian tahun 1998. Di arena aktivis LSM NTT pun memang sangat sedikit yang terbiasa dengan narasi-narasi kritis a la kiri yang biasanya menginspirasi perlawanan terhadap ketidakadilan social dan watak predator negara. Bukan karena tidak mampu secara textual. Secara textual, hitung saja mantan-mantan seminari yang belajar filsafat dari Seminari level SMP hingga perguruan tinggi yang membanjiri sektor LSM. Ini soal jejak langkah aktivis yang bertransformasi dari LSM generasi pertama (model Sinterklas) ke generasi ketiga (model advokasi kritis). Pasifikasi melalui text kitab suci menjadi pelengkap kegagapan aktivis daerah kering ini.
Kembali ke Yulius Nakmofa, tanpa bicara kiri atau kanan, ia adalah salah satu aktivis tipe pekerja. Orientasi ke bawah, ke komunitas, di jalaninya secara konsisten selama 25 tahun. Dalam dua puluh tahun terakhir, dia salah satu yang paling konsisten di dalam gerakan membangun ketahanan komunitas-komunitas marginal terhadap bencana. Ia juga menjadi guru dengan melatih aktivis-aktivis dan rekan-rekan Pemda mulai dari NTT hingga Aceh, Sulawesi, NTB dan sebagainya.
Memulai karirnya sebagai fasilitator IDT (Inpres Desa Tertinggal), program pengentasan kemiskinan Orde Baru yang dirancang 1992 dan on road sejak 1994. Yulius pernah tinggal 3 tahun di Besikama dan beberapa desa dan  menyaksikan bagaimana investasi-investasi pembangunan sering hancur karena banjir. Yus memang jenaka sehingga anda mungkin saja gagal focus pada pengetahuannya yang dalam  tetapi s ering kurang artikulatif dan dibungkus dalam  humor-humor,  mati ketawa ala Jus Nakmofa.
Tiga hal yang belum saya selesaikan dengan Yus: 1 memberikan kado artikel jurnal internasional yang kami tulis bersama (sudah diterima dengan status revisi); 2 menuliskan biografinya dan 3, bertemu muka di Natal 2017 ini untuk menyelesaikan perang dingin dengannya dalam 7 tahun ini. Karena orientasi ke komunitas dan lapangan, PMPB Kupang memang kemudian punya visi yang tidak ekspansif dalam skala yang lebih luas. Visi Yus adalah menjadikan aktivis-aktivis PMPB Kupang menjadi pekerja lapangan. Sedangkan visi saya adalah melatih staf-staf PMPB dan mendorong mereka belajar setinggi mungkin untuk menjadi tangguh yang bisa kerja di mana saja di planet ini. Karena tidak seperti yang dikonstruksi aktivis-aktivis di pusat kekuasaan dan pusaran uang bencana di tanah Jawa. Rekan-rekan di PMPB Kupang (sebelumnya FKPB) sejak tahun 1998/1999 sudah ikut kursus community-based disaster management di Bangkok dan Manila.
Kembali ke cerita pelatihan di Palu. Di akhir training, para peserta memberikan nilai A++ kepada kami bertiga. Saya termasuk yang optimis. Sebagai gelandang, saya percaya pada kekuatan Yus dalam pendekatan partisipatf dan mampu membuat suasana kelas rilex. Di desa-desa yang pernah kami datangi bersama baik di Timor, Alor maupun Flores, Yus mampu menunjukan pada yunior-yuniornya bahwa dengan sumber daya terbatas, batu kayu dan daun, proses fasilitasi tetapi bisa lancar bahkan powerful dalam menfasilitasi pemahaman soal risiko, soal bencana, soal penghidupan. Gesture-nya di lapangan begitu halus dan alamiah. Ilustrasi-ilustrasi dan humornya membuat pengetahuan teknis lebih gampang dikunyah peserta. Menggabungkan kekuatan Alex Ofong, jebolan filsafat Ledalero terbaik di angkatannya membuat hidup lebih baik. Saya selalu berharap kami bertiga bisa tetap menjadi pelatih dalam tim yang sama. Ibarat Trio Barcelona  (Neymar Messi Suarez) atau Real Madrid (Ronaldo Bale Benzema). Sayang, itu menjadi kesempatan yang pertama dan terakhir kami bertiga berada dalam tim kepelatihan yang sama.
Bro Yus, kamu pergi terlalu cepat. Selamat Jalan. Tenang dalam keabadian. Nama dan jasamu tetap dikenang!
***
Catatan: PRBBK = Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas

Ratu Wulla Pimpin Forum PRB SBD






POSE BERSAMA. Bupati SBD, Markus Dairo Talu, Kepala BPBD Provinsi NTT, Tini Thadeus, Ketua Forum PRB Provinsi NTT, Julius Nakmofa serta pejabat OPD SBD pose bersama, Selasa (8/8) lalu.
FEKY BOELAN/TIMEX 



TAMBOLAKA, TIMEX – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sumba Barat Daya untuk pertama kalinya menggelar pembentukan sekaligus pengukuhan badan pengurus forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB).
Pembentukan dan pengukuhan dilaksanakan di aula hotel Sumba Sejahtera, Selasa (8/8) lalu, dihadiri Bupati SBD, Markus Dairo Talu, Kepala BPBD Provinsi NTT, Tini Thadeus dan Ketua Forum PRB Provinsi NTT, Julius Nakmofa, sejumlah pimpinan OPD SBD serta undangan.
Forum PRB Kabupaten SBD terbentuk setelah peserta yang hadir menentukan pilihannya kepada Ratu Wulla Talu untuk menjabat ketua forum PBR periode 2017-2020. Ketua dan sekretaris serta jajaran pengurus forum langsung dikukuhkan.
Dalam sambutannya saat mengukuhkan badan pengurus forum PRB, Bupati SBD, Markus Dairo Talu mengakui, SBD merupakan salah satu daerah di NTT yang dikategorikan rentan bencana. Karena itu, dengan terbentuknya forum diharapkan dapat menjawab persoalan penanggulangan risiko bencana.
Dikatakan, dengan adanya forum tersebut akan membantu pemkab dalam mengkolaborasi bersama pembuatan peta bencana daerah. Karena, persoalan bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, tetapi merupakan tanggung jawab bersama semua stakeholder yang bergerak di bidangnya masing-masing.
Markus mengajak semua pihak agar bersama-sama menyatukan persepsi dan berdiskusi untuk mencarikan solusi langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menanggulangi risiko bencana, sehingga dapat mengurangi risiko bencana yang sering terjadi di SBD.
“Saya mengajak semua pihak untuk bersama-sama kita berdiskusi dan mencarikan solusi yang baik dan tepat untuk dapat mengurangi risiko bencana, sehingga terciptanya sebuah daerah yang aman, damai, tenteram, dan sejahtera yang terhindar dari risiko-risiko bencana,” harapnya.
Sementara, Kepala BPBD Provinsi NTT, Tini Thadeus mengatakan, pembentukan forum salah satu unsur dalam membentuk kenyamanan masyarakat agar terhindar dari masalah bencana. Forum penting karena ini juga merupakan dokumen negara dalam menanggulangi bencana. Forum lebih mengedepankan pelayanan berbentuk sosial terhadap masyarakat.
Di harapkan agar dalam menjalankan tugas mulia, keanggotaan forum harus bekerja simultan. Forum juga membantu pemkab dalam menangani risiko-risiko bencana.
“Kapan lagi kalau bukan dari sekarang, siapa lagi kalau bukan kita, kapan baru kita aman dari bencana. Saya berharap agar kita semua bekerja secara simultan dan objektif untuk membantu pemerintah dalam menangani risiko-risiko bencana,” tuturnya.
Ketua Forum PRB Provinsi NTT, Julius Nakmofa mengapresiasi antusias semua stakeholder yang bergabung di forum PRB.
“Yang paling penting program kerja forum ini jelas. Saya berharap kepada pengurus forum dan anggota forum kalau tidak bisa menjadi pena untuk menulis penderitaan orang lain, maka jadilah penghapus untuk menghapus derita orang lain,” cetusnya.
sumber:

Posted on August 16, 2017 @08:12

In Memoriam buat Jus Saja Nakmofa

In Memoriam   Yulius Nakmofa – Aktivis PRBBK Indonesia Bersama Yulius Nakmofa dan Alex Ofong, kami berangkat ke Palu suatu waktu di...